Erick Edward. S

KNOWLEDGE is POWER

TUGAS SOFTSKILL
FORENSIK & PENILAIAN BANGUNAN




KELOMPOK 3
4TA02

1.               Agung Karunia Lombu                       10316328
2.               Diah Nurtri Susilo                              11316954
3.               Erick Edward Ploren Sitorus              12316354
4.               Gustomo Setyawan                             13316112
5.               Ikhsan Setia                                        13316401
6.               Pandu Arif Nugroho                           15316711
7.               Rino Mugi Raharjo                             16316443
8.               Yunus Kurniawan                               17316869





JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat karunianya kami dapat menyelesaikan Tugas Forensik & Penilaian Bangunan. Kami berterima kasih pada Ibu Diyanti Selaku Dosen mata kuliah Forensik & Penilaian Bangunan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menyelesaikan Tugas Forensik & Penilaian Bangunan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan yang tersurat di dalamnya.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri, maupun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Depok, 15 Maret 2020





BAB 1
PENDAHULUAN

1.1                Forensik & Penilaian Bangunan
Dari kejadian- kejadian fenomena alam seperti gempa mengakibatkan kerugian baik asset kepemilikan pribadi, swasta ataupun pemerintah yang sangat besar sekali. Maka untuk menyelamatkan asset-aset tersebut diperlukan seorang ahli teknik yang benar-benar independen untuk dapat membantu dan mengambil keputusan untuk menghadapi bencana, dan yang benar-benar menguasai dalam bidangnya yang dikenal sebagai Forensic Engineering. Forensic Engineering adalah seseorang atau team yang harus sesuai dengan bidangnya seperti teknik struktur, teknik geoteknik, teknik hidro, teknik transportasi dan lain sebagainya yang mampu memberikan saran-saran perbaikan. Forensic Engineering melakukan investigasi untuk menentukan apa yang menyebabkan kerusakan pada struktur suatu konstruksi bangunan.

1.2                Tujuan Forensik & Penilaian Bangunan
Adapun tujuan dari melaksanakan kegiatan forensik & penilaian bangunan adalah sebagai berikut:
1.          Identifikasi Penyimpangan Struktur Secara Tepat
Melakukan forensik & penilaian merupakan cara terbaik agar setiap indikasi kerusakan pada struktur bangunan bisa teridentifikasi secara keseluruhan. Dengan begitu, bisa langsung dilakukan perbaikan agar tidak timbul kerusakan yang lebih besar lagi.
2.          Biaya Operasional Menjadi Lebih Hemat
Ketika indikasi kerusakan dapat ditangani, maka struktur gedung akan lebih terawat karena tidak harus mengeluarkan biaya yang lebih besar, dengan begitu biaya operasional untuk perbaikan menjadi jauh lebih hemat.
3.          Analisa Nilai Kerusakan Secara Valid
Dalam menganalisa kerusakan pada struktur bangunan, penyedia jasa audit struktur pasti menggunakan tenaga ahli dan professional sehingga setiap nilai kerusakan dan penyimpangan dapat ditetapkan secara tepat.


1.3                Dasar-Dasar Forensik & Penilaian Bangunan
Adapun dasar-dasar dari melaksanakan kegiatan forensik & penilaian bangunan adalah sebagai berikut:
1.          Undang Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dalam Pasal 3 : “Untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, harus menjamin keandalan bangunan gedung dari segi berturut-turut:
1)          Keselamatan.
2)          Kesehatan
3)          Kenyamanan
4)          Kemudahan
2.    PP No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No.28 Tahun2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 16Ayat (1) : “keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi berturut-turut persyaratan :
1)          Keselamatan.
2)          Kesehatan
3)          Kenyamanan
4)          Kemudahan
3.           Peraturan Teknis
1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 29/PRT/M/2006 tentang PedomanPersyaratan Teknis Bangunan Gedung
2) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan KebakaranDi Perkotaan (disingkat KepMeneg PU No. 11/KPTS/2000).
3) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:10/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap BahayaKebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan (disingkat KepMeneg PU No.10/KPTS/2000).
4)   PerMen PU No 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan Gedung
5)   PerMen PU No 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
6)          PerMen PU No 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung
7)   Keputusan Direktur Jenderal Perumahan Dan Permukiman Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor: 58/KPTS/DM/2002 Tentang Petunjuk Teknis
8)   Rencana Tindakan Darurat Kebakaran Pada Bangunan Gedung (disingkat KepDirJen Kimpraswil No. 58/KPTS/DM/2002).
9)       PerMen PU No 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
10)       PerMen PU No 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan RISPK di Perkotaan
11)   PerMen PU No 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
12)    PerMen PU No 16/PRT/M/2010 tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung

1.4                Tahapan-Tahapan Forensik & Penilaian Bangunan
Adapun tahapan-tahapan dari melaksanakan kegiatan forensik & penilaian bangunan adalah sebagai berikut:
1.           Tahapan Pelaksanaan
Tahapan yang digunakan dalam Evaluasi Kinerja Bangunan terdiri dari beberapa tahapan pendekatan umum dalam pelaksanaannya, adalah sebagai berikut:
1)       Memahami bangunan yang akan dievaluasi: Memahami desain awal bangunan dan spesifikasi teknik kinerja untuk sistem bangunan, termasuk pengarahan dari tim fasilitasi;
2)          Persiapan penelusuran bangunan: Penelusuran merupakan sebuah peluang untuk melihat bangunan yang sedang digunakan oleh penghuni;
3)       Pengembangan strategi Evaluasi Kinerja Bangunan: Menggunakan hasil dari tahap satu dan dua tersebut diatas untuk membantu uraian strategi spesifikasi bangunan, termasuk evaluasi yang dilakukan dan kebutuhan masukan data;
4)          Pemantauan dan koleksi data: Pada tahap ini termasuk: pembacaan meter untuk penggunaan energi dan air, data kinerja lingkungan (temperatur, kelembaban relatif, tingkat suara, tingkat polusi, kecepatan aliran udara), umpan balik kenyamanan penghuni dari kelompok pengguna bangunan yang berbeda, umpan balik pengelolaan dan desain, pengecekan lokasi dan investigasi;
5)    Menafsirkan dan melaporkan data yang telah dikoleksi: Pada tahapan ini tergantung pada hasil koleksi data secara alami, seperti: data konsumsi energi sebagai bagian dari audit energi dan dapat dibangun hirarki penggunaan energi;
6)          Mengoptimalkan kinerja bangunan: Keberhasilan dari evaluasi kinerja bangunan harus menghasilkan perubahan untuk memperbaika area bangunan yang memiliki kinerja buruk atau kurang, seperti: mengurangi konsumsi energi melalui pemograman ulang sistem pengendalian. Hal ini boleh termasuk dalam elemen komisi ulang;
7)          Pemantauan ulang (jika telah sesuai): Untuk setiap perubahan pada sistem dari tahap keenam, tingkat kinerja baru harus di verifikasi dengan pemantauan lebih lanjut;
8)          Umpan balik kepada tim desain: Pada tahap akhir ini, menyajikan umpan balik untuk tim desain sehingga pelajaran dari hasil studi dapat dimasukan kedalam pekerjaan  desain yang akan datang.
2.           Perangkat dan Teknik Pelaksanaan
Perangkat dan teknik pelaksanaan dapat mengikuti beberapa opsi yang diadopsi untuk ketersediaan waktu dan biaya sesuai dengan jenis bangunan, adalah sebagai berikut:
1)       Penelusuran: Penelusuran oleh seorang evaluator dan mengunjungi bangunan yang sementara sedang dihuni untuk mengulas bagaimana sebuah bangunan dapat merespon secara singkat;
2)          Audit Energi: Audit energi dimaksudkan untuk menentukan berapa banyak dan bagaimana energi yang sedang digunakan pada sebuah bangunan. Audit tersebut dilakukan menurut kententuan yang berlaku, dan termasuk didalamnya pembacaan meteran di seluruh bangunan termasuk tingkat sub-meternya.
3)          Detail Profil Energi: Profil energi merupakan hasil sebuah analisis energi secara detail selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih. Tujuannya adalah ditampilkan bagaimana dan kapan energi digunakan oleh sistem bangunan, perangkat dan hasil secara langsung dari aktifitas pengguna bangunan;
4)          Analisis Forensik: Analisis forensik melibatkan pemeriksaan data atau informasi tentang sebuah sistem yang tidak memiliki kinerja dan identifikasi alasan dari kinerja buruk pada sebuah bangunan;
5)          Tempat Pengukuran: Tempat pengukuran melibatkan pengamatan dari beberapa kualitas fisik bangunan, seperti: suhu, kelembaban, aliran udara, atau penggunaan energi, di lokasi yang cukup representatif;
6)        Survei Penghuni: Survey penghuni digunakan untuk menemukan bahwa penghuni memikirkan tentang kinerja dari bangunan yang mereka gunakan.


  
BAB 2
STUDI KASUS FORENSIK & PENILAIAN BANGUNAN

2.1                Latar Belakang
Pembangunan gedung bertingkat merupakan salah satu dari wujud fisik dari industry konstruksi. Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang amat sangat parah. Mata uang rupiah seakan tidak ada nilainya, perusahaan yang menjadi penopang ekonomi Negara banyak mengalami kebangkrutan ditambah investor asing yang tidak mau lagi menanamkan modal di Indonesia.
Hal ini ternyata berdampak terhadap gedung-gedung bertingkat yang dibiayai oleh investor dihentikan untuk sementara pembangunannya sampai kondisi perekonomian Indonesia stabil. Tentunya usia bangunan yang diterbengkalaikan bervariasi antara 3 tahun sampai 10 tahun.
Bangunan tersebut secara alami mengalami penurunan kualitas seiring dengan bertambah usianya, dan ini dapat diartikan dengan berkurangya tingkat keamanan dan kenyamanan. Pertambahan usia bangunan bukan hanya satusatunya faktor yang menurunkan kualitas bangunan. Tidak jarang dijumpai bahwa bangunan mengalami kerusakan atau tingkat kenyamanan berkurang tidak lama setelah difungsikan. Beberapa faktor yang menimbulkan kerusakan pada bangunan antara lain disebabkan oleh: bencana alam (Gempa, angin kencang, tanah longsor, tsunami); kebakaran, kesalahan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan selama proses pembangunan, serta pengubahan fungsi dan penggunaan selama masa penggunaan.
Berdasarkan hasil penelitian kerusakan bangunan lebih banyak diakibatkan faktor kesalahan manusia (human error) dibandingkan dengan pengaruh bencana. Melalui kemajuan teknologi, dewasa ini perbaikan bangunan dapat dilakukan dengan berbagai alternatif yang sangat lugas, tergantung pada tingkat kerusakan yang dialami dan tujuan perbaikan. Dari hal-hal yang telah dikemukakan diatas penulis ingin menganalisa sejauh mana kelayakan bangunan untuk difungsikan kembali tanpa harus merubuhkan.

  
2.2                Tujuan & Metodologi Forensik
Memperoleh data tentang kondisi Existing kolom, balok dan pelat lantai melalui survey secara visual, pengujian non destructive test dan destructive test. Adapun tujuan mdari hasil evaluasi diperoleh data untuk memutuskan apakah pembangunan gedung tersebut penambahan lantai dapat dilanjukan.
Dilakukan pengamatan langsung di lapangan pada bagian elemen-elemen struktur yang ada seperti pada kolom, balok dan pelat. Selanjutnya di lakukan pengujian non destructive test Covermeter test, Ultra sonic Pulse velocity, Shock test, Corrosion test (Half-Cell Potential test, Loading test dan pengujian destructive test mamlaui core compression test.
   

2.3                Hasil Pengujian & Pembahasan

Dilakukan pengamatan langsung di lapangan pada bagian elemen-elemen struktur yang ada seperti pada kolom, balok dan pelat. Selanjutnya di lakukan pengujian non destructive test Covermeter test, Ultra sonic Pulse velocity, Shock test, Corrosion test (Half-Cell Potential test, Loading test dan pengujian destructive test mamlaui core compression test.
Pengujian UPV test bertujuan untuk mengetahui kekuatan / tegangan hancur beton, kemungkinan adanya retakan didalam struktur dan dalamnya retakan, kondisi homogenitas dari beton. Pada Tabel 1 memperlihatkan hasil kuat tekan paling rendah 261,1 kg/cm2 dan paling besar 374,8 kg/cm2 , dan nilai-rata berada pada kisaran 300 kg/cm2. Sehingga dapat dikatakan relative masih baik. Nilai ini yang nantinya digunakan untuk melakukan disain
penampang dan tulangan yang dibutuhkan.

Tujuan dari Covermeter Test adalah untuk mengetahui jumlah pembesian, jarak antar tulangan, diameter besi beton dan tebalnya selimut beton. Tebal selimut beton yang diperoleh dari Covermeter test ini berguna untuk dibandingkan dengan kedalaman retakan beton hasil UPV test. Jika kedalaman retak hasil UPV test lebih besar dari tebal selimut beton, maka keretakan yang ada adalah keretakan struktural. Sedangkan jumlah besi dan diameter besi berguna untuk mengevaluasi kekuatan maupun kapasitas penampang dari struktur beton bertu!ang setelah diketahui mutu betonnya. Kemudian untuk perhitungan, penulis mengambil Kolom Lt. 2 As 7 / E dan Balok Lt.3 As 7 – 8 / C sebagai perbandingan antara kondisi eksisting dengan hasil analisa. Kolom dan Balok yang diambil sebagai compare juga merupakan struktur yang menurut penulis mengalami penurunan kualitas. Hasil-hasil pengukuran tersebut diperlihatkan pada Tabel 2. Data jumlah tulangan dan luas tulangan dan tebal selimut beton digunakan untuk melakukan disain struktur tersebut. Pengujian dari Shock Test ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai Stiffness dan kerja sama/integritas antara balok dan kolom, terutama jika adanya perlemahan pada daerah pertemuan balok dan kolom. Tabel 3 memperlihatkan nilai-nilai yang kondisi baiknya lebih dominat.

Tujuan dari Corrossion Test ( Half-Cell Potential Test ) adalah untuk mengetahui prosentase tingkat korosi yang terjadi pada baja tulangan struktur kolom dan balok. Tujuan utama dari Loading Test adalah mendapatkan grafik hubungan antara besar beban dan lendutan vertikal yang terjadi, guna mengetahui apakah integritas pelat beton dan balok yang bersangkutan masih mampu memikul beban yang direncanakan, mengingat salah satu aspek parameter yang menjadi persyaratan pada komponen struktur balok dan pelat adalah lenduran/difleksi. Pengujian dilapangan yang dipakai adalah uji pembebanan (Loading Test). Metode / siklus pengujian pembebanan menggunakan SK SNI T – 15 – 1991 – 03.

2.4                Pembahasan
Berdasarkan data-data pengambilan sampel serta dilakukan analisis struktur serta beberapa pengujian dan evaluasi
maka penulis mendapatkan gambaran bahwa :
1.           Berdasarkan syarat Kekuatan :
Kolom Lt. 2 As 7 / E dengan beban dan momen terbesar
Ø Aksial kapasitas = 6101,885 kN
Aksial Rencana = 3053,717 kN
Perbandingan rasio = 0,5 < 1 à OK
Ø Momen kapasitas = 800 kN
Momen Rencana = 101,506 kN
Perbandingan rasio = 0,127 < 1 à OK 
2.           Berdasarkan syarat Kekakuan :
Balok As 1-2/B dengan lendutan terbesar
Lendutan yang diijinkan = 2,00 cm (1/3xL)
Lendutan max yg terjadi = 0,89 cm à OK
3.           Berdasarkan syarat Stabilitas :
Lantai 1 dengan goyangan terbesar
Goyang yang diijinkan = 3,00 cm (0,005 x H lantai)
Goyang yang terjadi = 0,575 cm à OK
4.           Berdasarkan tingkat kerusakan = tingkat 4
Untuk keseluruhan bangunan termasuk kategori rusak ringan (Tabel 7.12 hal. 104 (Amri,Sjafei. Teknologi Audit Forensik, Repair dan Retrofit untuk Rumah dan Gedung. JHI, 2006)
5.          Berdasarkan tingkat korosi Tabel 7.37 hal. 168 (Amri,Sjafei. Teknologi Audit Forensik, Repair dan Retrofit untuk Rumah dan Gedung. JHI, 2006) Kolom Lantai 4 As – 4/D dengan tingkat korosi berat terbanyak = 11% < 50%
6.      Berdasarkan mutu beton hasil kecepatan rambat tiap lantai 3,5 – 4,5 km/det kategori baik (Tabel 7.35 hal.164 (Amri,Sjafei. Teknologi Audit Forensik, Repair kan dan Retrofit untuk Rumah dan Gedung. JHI, 2006). Lantai 7 dengan mutu beton terkecil = 301,5 kg/cm2 setara dengan K-300.

2.5                Kesimpulan & Saran
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang dilakukan memperlihatkan bahwa struktur gedung apartemen dari lantai 1 sampai dengan lantai 8. masih cukup baik dan aman. Pembangunan penambahan lantai dapat dilanjutkan dengan perbaikan –perbaikan sesuai dengan yang direkomendasikan.
Untuk lebih mendapatkan tingkat akurasi data yang lebih, disarankan kepada pemilik gedung antara lain :
1.       Guna mendapatkan hasil yang lebih baik pengujian seperti shock test agar dilakukan secara lebih ideal dengan melakukan pengujian pada tiap sisi pertemuan balok.
2.         Dalam melakukan pengujian hendaknya dilakukan dengan lebih teliti agar hasil yang diperoleh dapat dievaluasi secara lebih menyeluruh.
3.            Untuk mengetahui kualitas dari beton eksisting yang lebih akurat, sebaiknya dilakukan pengambilan sample dengan metode core drill untuk tiap lantainya.


2.6                Daftar Pustaka
Amri,Sjafei.(2006) Teknologi Audit Forensik, Repair dan Retrofit untuk Rumah dan Gedung. JHI, .
Departemen Pekerjaan umum,(1987) Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah DanGedung, SKBI-.3.53.1987 UDC : 624.042, Jakarta : Yayasan, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, .
Departemen Pekerjaan umum,(2002) SK SNI 1726 – 2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk bangunan Gedung.
Departemen Pekerjaan umum,(2002), SNI 03 – 2847 – 2002, Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Bandung, 2002.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 441/KPTS/1998, tanggal 10 Nopember 1998, tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Li,Zongjin et al (2009) Stuctural Renovation in concrete,Son Press,
Pengkajian Epoxy Resin Concbextra EP 10 TG untuk perbaikan retak lantai  jembatan. Pusat Litbang Jalan,
Departemen Pekerjaan Umum. Januari, 1996
Peraturan Pembebanan Indonesia 1983
Peraturan Beton Bertulang Indonesia (SKSNI) 1992
Ratay.T.Robert , (2005) Structural Condition Assessment,John Wiley & Son, Inc
Somerville, George,( 2008), Management of deteriorating Concrete Structures.
W.C. Vis dan Kusuma Gideon,(1993) “ Dasar – dasar Perencanaan Beton Bertulang Seri Beton 1 “, Jakarta : CURCommisie F-1,


Syarat-syarat Perencanaan Jembatan
Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain  bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1.      Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2.   Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3.      Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
Peraturan Jembatan
SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan
-Surat Edaran Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan Jembatan
-Perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki 
-Rancangan 3 Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
-RSNI T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan 
-RSNI T-02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan 
-RSNI T-03-2005 perencanaan struktur baja untuk jembatan 
-SNI 2451-2008 Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang 
-SNI 2833-2008 Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
-SNI 6747-2002 Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan 
-Surat Edaran Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan 
-Surat Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen Jembatan

Bagian-bagian jembatan
Menurut Departement Pekerjaan Umum (Pengantar Dan Prinsip- Prinsip Perencanaan Bangunan bawah / Pondasi Jembatan, 1988 ) Suatu bangunan jembatan pada umumnya terdiri dari 6 bagian pokok, yaitu :



Keterangan :
1.             Bangunan atas
2.             Landasan ( Biasanya terletak pada pilar/abdument )
3.             Bangunan Bawas ( memikul beban )
4.             Pondasi
5.             Optrit, ( terletak di belakang abdument )
6.             Bangunan pengaman

Pengaman Menurut (Siswanto, 1993) : Bentuk dan bagian jembatan dapat dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu :
1.             Struktur Atas
2.             Struktur Bawah
3.             Jalan pendekat
4.             Bangunan pengaman

1.              Struktur Atas (Superstructures)
 Menurut ( Pranowo dkk, 2007 ) struktur atas jembatan adalah bagian dari struktur jembatan yang secara langsung  menahan beban lalu lintas untuk selanjutnya disalurkan kebangunan bawah jembatan ; bagian-bagian pada struktur bangunan atas jembatan terdiri atas struktur utama, system lantai, system perletakan, sambungan siarmuai dan perlengkapan lainnya; struktur utama bangunan atas jembatan dapat berbentuk pelat, gelagar, system rangka, gantung,jembatan kabel (cable stayed) atau pelengkung.

Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
a)                  Trotoar, berfungsi sebagai tempat berjalan bagi para pejalan kaki yang
Melewati jembatan agar tidak terganggu lalu lintas kendaraan. Konstruksi trotoardirencanakan sebagai pelat beton yang diletakkan pada lantai jembatan bagiansamping yang diasumsikan sebagai pelat yang tertumpu sederhana pada pelat jalan. Trotoar terbagi atas :



a)      Sandaran (Hand Raill), biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang.Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerjadalam arah horisontal setinggi 0,9 meter.
  


b)      Tiang sandaran (Raill Post) , biasanya dibuat dari beton bertulang untuk jembatan girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan struktur rangka tersebut. 



c)      Slab lantai kendaraan, berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan beban langsung lalu lintas yang melewati jembatan itu.

d)      Gelagar (Girder), terdiri atas gelagar induk / memanjang dan gelagar melintang.Gelagar induk atau memanjang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan atau tegak lurus arah aliran sungai. Sedangkan, gelagar melintang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan.
 



e)      Balok diafragma, berfungsi mengakukan PCI girder dari pengaruh gaya melintang.

f)       Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang)

g)      Andas / perletakan, merupakan perletakan dari jembatan yang berfungsi untukmenahan beban berat baik yang vertikal maupun horisontal. Disamping itu juga untuk meredam getaran sehingga abutment tidak mengalami kerusakan.

2) Struktur Bawah (Substructures)
Menurut Departemen Pekerjaan Umum ( modul Pengantar Dan Prinsip  Prinsip Perencanaan Bangunana Bawah / Pondasi Jembatan, 1988 ), fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban beban pada bangunan atas dan pada bangunanbawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Yang selanjutnya beban  beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekanpada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-bebantersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar.Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :
a.              Pangkal jembatan (Abutment), merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai dinding penahan tanah. Bentuk abutment dapat berupa abutment tipe T terbalik yang dibuat dari beton bertulang.


b.             Pilar jembatan (Pier), terletak di tengah jembatan (di tengah sungai) yang memilikikesamaan fungsi dengan kepala jembatan yaitu mentransfer gaya jembatan rangkake tanah. Sesuai dengan standar yang ada, panjang bentang rangka baja, sehinggaapabila bentang sungai melebihi panjang maksimum jembatan tersebut makadibutuhkan pilar. Pilar terdiri dari bagian - bagian antara lain :

-          Kepala pilar ( pierhead )
-          Kolom pilar 
-          Pilecap
 



c.              Drainase, fungsi drainase adalah untuk membuat air hujan secepat mungkindialirkan ke luar dari jembatan sehingga tidak terjadi genangan air dalam waktuyang lama. Akibat terjadinya genangan air maka akan mempercepat kerusakan


Pengelompokan Jembatan berdasarkan tipe konstruksinya
1.      Jembatan Alang (Beam Bridge)
Jembatan alang adalah struktur jembatan yang sangat sederhana dimana jembatan hanya berupa balok horizontal yang disangga oleh tiang penopang pada kedua pangkalnya. Asal usul struktur jembatan alang berawal dari jembatan balok kayu sederhana yang di pakai untuk menyeberangi sungai. Di zaman modern, jembatan alang terbuat dari balok baja yang lebih kokoh. Panjang sebuah balok pada jembatan alang biasanya tidak melebihi 250 kaki (76 m). Karena, semakin panjang balok jembatan, maka akan semakin lemah kekuatan dari jembatan ini. Oleh karena itu, struktur jembatan ini sudah jarang digunakan sekarang kecuali untuk jarak yang dekat saja. Jembatan alang terpanjang di dunia saat ini adalah jembatan alang yang terletak di Danau Pontchartrain Causeway di selatan Louisiana, Amerika Serikat. Jembatan ini memiliki panjang 23,83 mil (38,35 km), dan lebar 56 kaki (17 m).

2.      Jembatan Penyangga (Cantilever Bridge)
     Berbeda dengan jembatan alang, struktur jembatan penyangga berupa balok horizontal yang disangga oleh tiang penopang hanya pada salah satu pangkalnya. Pembangunan jembatan penyangga membutuhkan lebih banyak bahan dibanding jembatan alang. Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan dari bawah sewaktu proses pembuatan. Jembatan jenis ini agak keras dan tidak mudah bergoyang, oleh karena itu struktur jembatan penyangga biasanya digunakan untuk memuat jembatan rel kereta api. Jembatan penyangga terbesar di dunia saat ini adalah jembatan penyangga Quebec Bridge di Quebec 
3.     
Jembatan Lengkung (Arch Bridge)
Jembatan lengkung memiliki dinding tumpuan pada setiap ujungnya. Jembatan lengkung yang paling awal diketahui dibangun oleh masyarakat Yunani, contohnya adalah Jembatan Arkadiko. Beban dari jembatan akan mendorong dinding tumpuan pada kedua sisinya. 
4.      Jembatan Gantung (Suspension Bridge)
Dahulu, jembatan gantung yang paling awal digantungkan dengan menggunakan tali atau dengan potongan bambu. Jembatan gantung modern digantungkan dengan menggunakan kabel baja. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung dari menara jembatan kemudian melekat pada caisson (alat berbentuk peti terbalik yang digunakan untuk menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam (ruangan di air yang dikeringkan untuk pembangunan dasar jembatan). Caisson atau cofferdam akan ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. Deck/ lantai jembatan di tahan oleh kabel vertikal yang dihubungkan pada kabel suspensi di atasnya. Kabel suspensi adalah bagian terpenting dari jembatan bersuspensi, karena fungsinya adalah menahan beban lantai jembatan yang nantinya diteruskan ke tumpuan yang ada di ujung jembatan. Kabel suspensi ini juga didukung oleh suatu menara yang tugasnya membawa berat daripada Dek jembatan. Jenis jembatan ini pada awalnya digunakan dalam medan pegunungan. Daerah yang pertama kali membangun jembatan jenis ini adalah di sekitar Tibet dan Bhutan. Jembatan gantung terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang. Jembatan ini memiliki panjang 12.826 kaki (3.909 m) . 
5.      Jembatan Kabel-Penahan (Cable-Stayed Bridge)
Seperti jembatan gantung, jembatan kabel-penahan ditahan dengan menggunakan kabel. Namun, yang membedakan jembatan kabel-penahan dengan jembatan gantung adalah bahwa pada sebuah jembatan kabel-penahan jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit dan menara jembatan menahan kabel yang lebih pendek. Jembatan kabel-penahan yang pertama dirancang pada tahun 1784 oleh CT Loescher. 
6.      Jembatan Kerangka (Truss Bridge)
Jembatan kerangka adalah salah satu jenis tertua dari struktur jembatan modern. Jembatan kerangka dibuat dengan menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur jembatan tersebut. Kelebihan sebuah jembatan kerangka dibandingkan dengan jenis jembatan lainnya adalah biaya pembuatannya yang lebih ekonomis karena penggunaan bahan yang lebih efisien. Selain itu, jembatan kerangka dapat menahan beban yang lebih berat untuk jarak yang lebih jauh dengan menggunakan elemen yang lebih pendek daripada jembatan alang. Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi pada kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan atau tarik saja.
7.     
Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridge)
Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.
8.      Jembatan Box Girder
Jembatan box girder umumnya terbuat dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post tensioning. Analisa fullprestressing suatu desain dimana pada penampang tidak diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40 meter.

Pembebanan Pada Struktur Jembatan
Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan, yaitu:
Beban Primer
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
a.    Beban mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu sendiri yang ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar seluruhnya ditentukan berdasarkan berat volume beban.
b.    Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.

Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
a.    Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
·    Beban angin pada rangka utama.
 Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
·    Beban angin pada bidang kendaraan
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh  ikatan angin bawah.
b.   Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan suhu.
·      Bangunan Baja
1)   Perbedaan suhu maksimum-minimum= 300C
2)   Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
·      Bangunan Beton
1)   Perbedaan suhu maksimum-minimum= 150C
2)   Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=100C

c.    Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu  sebesar 150C
d.   Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai jembatan.
e.    Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja kea rah horizontal pada titik berat kontruksi.
KS = E x G ……………………………………………[1-5]
f.     Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15.
Beban Khusus
Beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh aliran sungai.
a.    Gaya sentrifugal
b.   Gaya Gesekan pada Tumpuan
c.    Gaya Tumbukkan pada Jembatan Layang
d.   Beban dan Gaya selama pelaksanaan
e.    Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut

NAMA   : ERICK EDWARD PLOREN SITORUS
KELAS  : 3TA02
NPM     : 12316354
NAM DOSEN : NURYANTO

Hyperlink 1 : https://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil/
Hyperlink 2  : https://www.gunadarma.ac.id/




ERICK EDWARD PLOREN SITORUS

Search

Gunadarma Corner

Popular Posts

Gunadarma Corner

Weekly most viewed

Electricity Lightning