Erick Edward. S

KNOWLEDGE is POWER


1. Pendahuluan

Baut merupakan salah satu jenis alat sambung mekanis atau pengencang yang banyak digunakan dalam sambungan kayu. Baut umumnya digunakan untuk memikul beban-beban yang lebih besar dibandingkan dengan beban yang dipikul oleh alat sambung lain seperti paku. Pemakaian baut umumnya pada sambungan dengan pembebanan secara lateral (Breyer, et al., 2007). Baut untuk sambungan kayu cenderung memiliki rasio L/d (L adalah panjang baut dan d adalah diameter baut) lebih besar dibandingkan dengan sambungan baja karena kebutuhan untuk menyambungkan penampang kayu yang lebih tebal (Ozelton, 2006). Baut tersedia di pasaran dalam berbagai variasi baik dari segi dimensi maupun material pembentuknya namun belum tersedia informasi mengenai nilai kekuatannya yang diperlukan bila baut tersebut akan digunakan untuk keperluan konstruksi kayu.

`           Pendekatan terhadap analisis sambungan berdasarkan kondisi leleh dari berbagai elemen dalam sambungan telah berkembang di Eropa pada tahun 1940-an. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan mekanika teknik berdasarkan teori batas leleh sesuai untuk menganalisis alat sambung/ pengencang tipe dowel pada sambungan kayu. Model batas leleh Eropa (European Yield Model) selanjutnya dipakai secara luas dalam standar desain sambungan yang berlaku di banyak negara. Berdasarkan model batas leleh, nilai desain rujukan pengencang yang memikul beban lateral geser dipengaruhi antara lain oleh kekuatan leleh lentur (bending yield strength/Fyb) pengencang (Breyer, et al., 2007). Kekuatan leleh lentur pengencang (Fyb) dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7973:2013 ditentukan berdasarkan metode offset 5% diameter (0.05D) dari kurva beban-deformasi yang diperoleh pada pengujian lentur pengencang. Metode pengujian lentur pengencang mengacu pada ASTM F1575 (Standard Test Method for Determining Bending Yield Moment of Nails) yaitu metode pengujian standar untuk menentukan momen leleh lentur paku atau menggunakan ASTM F606 (Standard Test Methods for Determining the Mechanical Properties of Externally and Internally Threaded Fasteners, Washers, Direct Tension Indicators, and Rivets) dalam mengestimasi nilai Fyb untuk pengencang pendek dengan diameter besar.

Penelitian mengenai besarnya nilai Fyb baut yang beredar di pasaran khususnya untuk penggunaan pada sambungan kayu masih terbatas. Studi yang telah dilakukan Tjondro (2007), Agussalim (2010) dan Pranata, dkk. (2013) menunjukkan nilai Fyb yang bervariasi. Variasi nilai berasal dari baut dan metode pengujian yang dilakukan. Baut yang digunakan dalam beberapa penelitian tersebut beragam baik dari diameter (berkisar 1/4–7/8 inci atau 6.4–22 mm), panjang maupun bentuknya (baut polos atau berulir) dan belum tersedia informasi mengenai komposisi bahan penyusunnya sehingga tidak diketahui apakah termasuk baut besi atau baja. Sementara itu metode penentuan Fyb yang dilakukan terdiri dari pengujian momen leleh lentur baut merujuk pada ASTM F1575 (Tjondro, 2007 dan Pranata, dkk., 2013) dan estimasi Fyb dari pengujian tarik dengan merujuk pada ASTM F606 (Agussalim, 2010).

Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk menentukan nilai Fyb yang lebih spesifik yaitu dari baut segi enam standar seperti yang tercantum dalam SNI 7973:2013. Penentuan nilai Fyb dilakukan sesuai ASTM F1575 dengan rasio bentang terhadap diameter baut dibuat sedekat mungkin sesuai yang ditentukan dalam standar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai Fyb baut yang tersedia di pasaran yang umum dipakai dalam sambungan kayu dan menyediakan informasi mengenai komposisi bahan penyusunnya. Diameter baut dibatasi tiga ukuran yaitu 1/2, 5/8, dan 3/4 inci dan berasal dari satu merek dagang.
  

2. Metode Penelitian

Baut yang diuji adalah baut besi dengan tiga ukuran diameter (1/2, 5/8 dan 3/4 inci) dan baut baja satu ukuran diamater (1/2 inci). Penyebutan jenis baut yang terdiri dari besi dan baja adalah untuk menyesuaikan dengan istilah yang dipakai di pasaran. Baut besi lebih ditujukan untuk sambungan kayu sementara baut baja digunakan untuk sambungan baja atau beton (selain kayu). Baut besi dan baja tersedia dalam berbagai variasi diameter dan panjang namun dalam penelitian ini hanya diambil tiga ukuran diameter baut besi dan satu ukuran diameter baut baja dengan panjang yang disesuaikan menurut kebutuhan pengujian kekuatan leleh lentur sesuai standar yang diacu. Baut baja hanya tersedia dengan panjang maksimal 6 inci (sekitar 15 cm) sehingga hanya digunakan ukuran diameter 1/2 inci (12.7 cm) untuk mendapatkan bentang pengujian sesuai standar. Pengukuran dimensi baut meliputi panjang dan diameternya. Baut yang digunakan berasal dari satu merek dagang untuk memudahkan identifikasi pengaruh komposisi bahan penyusunnya.

Kerapatan baut dihitung dari perbandingan antara berat dan volume baut. Baut ditimbang dan ditentukan volumenya dengan metode pencelupan dalam air (water immersion). Pengujian kekuatan leleh lentur baut mengacu pada ASTM F1575-03 (ASTM 2013) dapat dilihat pada Gambar 1. Baut besi diuji menggunakan batang polos tanpa ulir sedangkan baut baja karena berukuran lebih pendek diuji sampai bagian ulir untuk mendapatkan bentang yang lebih panjang. Total baut yang diuji sebanyak 40 buah dengan ulangan masing-masing diameter adalah 10 buah (30 buah baut besi dan 10 buah baut baja). Pengujian dilakukan pada Universal Testing Machine (UTM) merk Instron tipe 3369P7905 kapasitas 50 kN dengan menetapkan batas defleksi sebesar 7 mm. Kekuatan leleh lentur baut dihitung berdasarkan rumus berikut:

 


dimana:
Fyb          =  Kekuatan leleh lentur baut
My        = momen yang dihitung berdasarkan beban yang diperoleh pada pengujian (My=Psbp/4,
P           = beban yang ditentukan dari kurva beban- deformasi, sbp=jarak titik tumpu)
S            = modulus penampang plastis efektif untuk sendi plastis penuh (S=D3/6, D=diameter baut)

Penentuan volume baut dilakukan di Laboratorium Sifat Fisis Kayu, sementara pengujian kekuatan leleh lentur baut di Laboratorium Divisi Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya pengujian komposisi kimia baut dilaksanakan di Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia berdasarkan ASTM A751 (Standard Test Methods, Practices, and Terminology for Chemical Analysis of Steel Products) dan ASTM E415 (Standard Test Method for Analysis of Carbon and Low-Alloy Steel by Spark Atomic Emission Spectrometry) dengan mesin uji Optical Emission Spectrometer.

    Gambar 1. Pengujian kekuatan leleh lentur baut


3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Karakteristik baut

Dimensi baut berupa diameter dan panjang serta kerapatannya dapat dilihat pada Tabel 1. Diameter dan panjang baut dalam satuan inci untuk menyesuaikan dengan ukuran dimensi yang umumnya dijual/tersedia di pasaran. Baut tersedia dalam berbagai ukuran diameter dan panjang. Diameter baut untuk keperluan konstruksi kayu mulai dari 1/4 inci (6.35 mm) hingga 1 inci (25.4 mm). Baut besi tersedia hingga panjang 16 inci (sekitar 40 cm) sedangkan baut baja maksimal hanya 6 inci (15 cm). Kerapatan baut besi rata-rata berkisar 7.837.85 g/cm3 dengan koefien variasi berkisar 0.050.36% sedangkan baut baja rata-rata 7.85 g/cm3 dengan koefisien variasi 0.07%. Kisaran nilai kerapatan yang diperoleh berkisar 0.040.02 g/cm3 dibawah nilai kerapatan baja secara umum, yang berkisar 7.87 g/cm3 (Vable, 2014). Adanya perbedaan diduga karena ada udara yang terperangkap pada saat pengukuran volume dengan metode pencelupan dalam air (water immersion) sehingga volume yang diukur mengalami pertambahan dan mengakibatkan pengurangan terhadap kerapatan yang diperoleh.

Tabel 1. Dimensi dan kerapatan baut

Jenis
Baut
Diameter
(inci*)
Panjang
(inci*)
Kerapatan
(g/cm3)
Koefisien
variasi
Besi
1/2
9
7.83
0.05
5/8
11
7.85
0.14
Baja
3/4
13
7.84
0.36
1/2
6
7.85
0.07
*1 inci = 2.54 cm

Hasil pengujian komposisi kimia unsur penyusun baut pada Tabel 2 menunjukkan unsur besi (Fe) adalah unsur penyusun utama dengan kadar > 99% dalam baut besi dan >98% dalam baut baja. Berdasarkan kadar unsur karbon (C) maka baut besi yang digunakan termasuk dalam     kategori           baja      karbon rendah (kadar karbon 0.3%). Sementara itu, baut baja termasuk dalam kategori baja karbon sedang (kadar karbon >0.3%). Kadar unsur C merupakan dasar penggolongan baja karbon menjadi baja karbon rendah (≤ 0.3%), sedang (0.30.6%), tinggi (0.61.0%) dan sangat tinggi (12%) merujuk pada American Society for Metal. Unsur C berfungsi untuk meningkatkan sifat kekuatan baja karbon. Kulak, dkk. (2001) menyatakan bahwa baut baja karbon rendah memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan baut baja karbon sedang terutama terkait dengan kadar unsur C yang lebih rendah. Selain unsur Fe dan C, beberapa unsur lain seperti Si, Mn, P, S, Cr, Ni, Al, Cu, Nb dan V umumnya ditambahkan dalam rangka meningkatkan sifat-sifat baja karbon.

Pengaruh dari satu unsur penyusun berkaitan atau termodifikasi dengan pengaruh unsur penyusun lainnya sehingga harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi perubahan dalam komposisi baja. Sebagai contoh unsur Mn berkontribusi terhadap kekuatan dan kekerasan baja namun dapat menurunkan daktilitas dan daya las. Unsur Mn juga berfungsi sebagai pengikat unsur S yang memiliki kecenderungan untuk mengalami segregasi (ASM, 2005). Meskipun berasal dari merek yang sama namun terdapat sedikit perbedaan kadar unsur penyusun baut besi pada masing-masing diameter. Perbedaan yang dimaksud terutama pada unsur C yang memberikan sifat kekuatan pada baut.
  
3.2 Kekuatan leleh lentur baut

Kondisi baut setelah pengujian kekuatan leleh lentur dapat dilihat pada Gambar 2, sementara kurva hubungan antara beban dan deformasi yang diperoleh dari pengujian tersebut disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan kurva tersebut dapat dilihat bahwa setelah melewati titik belok, kurva cenderung mendatar sampai batas deformasi yang ditentukan (7 mm), hal ini karena kurva memasuki daerah plastis dimana pada beban yang relatif sama deformasi terus bertambah. Pengujian tidak dilakukan sampai beban maksimal atau sampai baut yang diuji patah karena tujuan pengujian hanya sampai mendapatkan beban leleh. Beban yang dicapai baut baja diameter 1/2 inci (mencapai 1000 kgf) paling tinggi dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh baut lainnya. Sementara itu, pada baut besi dapat dilihat semakin besar diameter baut, semakin tinggi beban yang dicapai (mencapai 900 kgf). Beban yang digunakan untuk menghitung kekuatan leleh lentur baut bukan didasarkan pada beban tertinggi namun pada beban leleh yang ditentukan dengan metode offset 5% diameter sesuai standar pengujian yang digunakan (ASTM F1575).


Gambar 3. Kurva beban-deformasi pengujian kekuatan leleh lentur baut pada berbagai diameter
Tabel 3 menyajikan nilai beban leleh (offset 5% diameter) yang dicapai dan kekuatan leleh lentur baut pada berbagai diameter yang diuji. Rata-rata beban leleh baut besi berturut-turut untuk diameter 1/2, 5/8 dan 3/4 inci adalah 320, 564, dan 812 kgf sementara baut baja diameter 1/2 inci adalah 918 kgf. Kekuatan leleh lentur baut (Fyb) baut besi berturut-turut untuk diameter 1/2, 5/8, dan 3/4 inci adalah 442, 468, dan 470 MPa sementara baut baja diameter 1/2 inci sebesar 912 MPa. Semakin besar diameter baut, ada kecenderungan semakin tinggi nilai Fyb yang diperoleh. Hal ini berkaitan dengan perbedaan komposisi unsur penyusun baut besi terutama unsur C yang berfungsi untuk meningkatkan sifat kekuatan dimana nilainya semakin besar pada diameter baut yang lebih besar. Oleh karena itu peningkatan nilai Fyb berasal dari peningkatan nilai momen (My) akibat meningkatnya nilai beban leleh (Py) yang dicapai. Apabila panjang bentang yang dipakai dalam pengujian dibuat sama maka peningkatan nilai Fyb juga dapat diakibatkan karena meningkatnya nilai modulus penampang dengan meningkatnya ukuran diameter baut, namun dalam penelitian ini panjang bentang yang digunakan sesuai dengan diameter baut, sehingga yang tetap atau hampir sama adalah rasio antara bentang dengan diameter (B/D). Koefisien variasi Fyb baut besi diameter 3/4 inci (1.34%) paling kecil dibandingkan dengan baut 5/8 inci (6.31%) dan baut 1/2 inci (5.87%). Hal ini juga dapat dilihat dari kurva pada Gambar 3, dimana kurva yang diperoleh cenderung lebih rapat pada baut diameter 3/4 inci dan paling lebar pada baut diameter 5/8 inci.




                                 Gambar 2. Kondisi baut setelah pengujian kekuatan leleh lentur

Tabel 3. Rataan beban leleh dan kekuatan leleh lentur baut (Fyb)
Jenis
baut
Diameter
(inci)
Rasio
Bentang/Diameter
Beban
leleh
(kgf)
Fyb
(MPa)
Koefisien
variasi

1/2
11.7
320
442a*
5.87
Besi
5/8
11.5
564
468b
6.31

3/4
11.6
812
470b
1.34
Baja
1/2
10.7
918
912
2.53
*Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa nilai Fyb baut diameter 5/8 tidak berbeda nyata dengan diameter 3/4, hanya baut diameter 1/2 yang berbeda secara nyata dengan kedua baut lainnya. Baut baja tidak dimasukkan dalam analisis statistik bersama dengan baut besi karena perbedaan dalam sifat dan kondisi pengujiannya. Pengujian kekuatan leleh lentur baut memerlukan rasio bentang/diameter (B/D) sebesar 11.5, sementara panjang maksimum baut baja hanya tersedia 6 inci atau sekitar 15 cm sehingga rasio B/D yang diperlukan tidak terpenuhi untuk diameter baut baja yang diuji. Semakin kecil rasio B/D maka akan semakin tinggi kekakuan baut yang diuji (semakin tinggi beban yang dapat ditahan pada deformasi tertentu), sehingga semakin tinggi nilai beban leleh yang diperoleh dan menghasilkan nilai Fyb yang semakin tinggi pula.

Selisih rasio B/D pada baut baja dan besi pada diameter yang sama (1/2 inci) adalah sebesar 1, menghasilkan perbedaan Fyb baut baja sekitar 2 kali Fyb baut besi. Selain faktor rasio B/D, perbedaan nilai Fyb ini juga dipengaruhi oleh komponen unsur penyusun baut seperti tertera dalam Tabel 2 sebelumnya. Semakin tinggi unsur C yang berfungsi untuk meningkatkan sifat kekuatan semakin tinggi kekuatan baja karbon. American Wood Council (2014) menyatakan bahwa paku baja yang diperkeras memiliki nilai Fyb 30% lebih tinggi dibandingkan dengan Fyb paku biasa. baut. Nilai Fyb yang dapat dibandingkan dengan penelitian ini adalah nilai dari baut diameter 1/2 inci dengan rasio B/D 11.6 sebesar 462 MPa, lebih tinggi daripada nilai Fyb yang diperoleh (442 MPa). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh rasio B/D sedikit lebih besar (11.7) dan komposisi unsur penyusun baut yang digunakan meskipun sama-sama masuk kategori baja karbon rendah. Studi lain oleh Tjondro (2007) mengenai kekuatan leleh lentur baut menunjukkan nilai Fyb dari berbagai diameter baut 1/2, 5/8, 3/4, dan 7/8 inci (12, 16, 19 dan 22mm) berada di kisaran 400-1000 MPa dengan nilai rata-rata 614 MPa. Namun informasi detail mengenai pengujian dan nilai yang diperoleh untuk setiap ukuran diameter tidak tersedia. Selanjutnya penelitian Agussalim (2010) pada baut berdiameter 1/4, 5/16, dan 3/8 inci (6.4, 7.9 dan 9.4 mm) menghasilkan nilai Fyb berturut-turut adalah sebesar 505, 532, dan 504 MPa. Nilai Fyb yang diperoleh meningkat dari diameter 1/4 ke 5/16 inci namun kemudian nilainya turun dari 5/16 ke 3/8 inci dan dapat dilihat bahwa nilai Fyb baut diameter 1/4 dan 3/8 inci hampir sama. Nilai Fyb ini dihasilkan dari uji tarik yang dilaksanakan mengacu pada standar ASTM F606. Nilai Fyb yang lebih tinggi dihasilkan dari penelitian Pranata, dkk. (2013) menggunakan tiga diameter baut yaitu 5/16, 3/8 dan 1/2 inci (8, 10 dan 22mm). Nilai rata-rata Fyb berturut-turut untuk tiga diameter adalah 1121.40, 642.19, dan 631.76 MPa. Semakin besar diameter baut, semakin kecil nilai Fyb yang dihasilkan. Nilai Fyb tersebut jauh berada di atas nilai Fyb yang diperoleh dalam penelitian ini. Baut yang digunakan pada penelitian tersebut adalah baut tanpa kepala berulir penuh dengan rasio B/D 10 sampai dengan 18.75 namun tidak ada informasi mengenai komposisi bahan penyusun baut yang digunakan. Pada penelitian ini panjang bentang yang digunakan untuk baut 5/16 dan 1/2 inci adalah sama yaitu 150 mm. Diameter baut yang lebih kecil akan memiliki nilai Fyb yang lebih tinggi karena nilai modulus penampang yang semakin besar dan berbanding terbalik dengan nilai Fyb.

Kekuatan leleh lentur baut, sekrup kunci (diameter ≥ 3/8 inci atau 9.53 mm), dan pin dorong yang tercantum dalam SNI 7973:2013 adalah sebesar 310 MPa atau dalam NDS 2015 sebesar 45000 psi. Nilai Fyb ini tidak tergantung pada diameter pengencang, berbeda dengan paku yang nilainya bervariasi menurut diameternya. Nilai Fyb paku biasa, boks atau sinker, pantek, sekrup kunci dan sekrup kayu (baja karbon rendah sampai sedang) berkisar 310 MPa (diameter 0.3440.375 inci atau 8.749.53 mm) sampai dengan 690 MPa (diameter 0.0990.142 inci atau 2.523.61 mm). Sementara untuk paku baja yang diperkeras (baja karbon sedang) nilainya berkisar 689 MPa (diameter 0.1920.207 inci atau 4.88-5.26 mm) sampai dengan 896 MPa (diameter 0.1200.142 inci atau 3.053.61 mm). Studi oleh Rammer dan Zelinka (2014) pada paku stainless steel juga menunjukkan hal yang sama, semakin kecil diameter paku semakin tinggi nilai Fyb. Paku yang diuji berdiameter 2.77, 3.38 dan 4.19 mm memiliki Fyb berturut-turut sebesar 832, 762, dan 743 MPa.

Berdasarkan nilai Fyb hasil penelitian ini dan beberapa penelitian sebelumnya, terlihat kecenderungan yang sedikit berbeda dengan nilai Fyb paku. Nilai Fyb baut tidak konsisten menurun dengan bertambahnya diameter baut. Dalam penelitian ini diameter yang lebih besar menghasilkan nilai Fyb yang lebih besar meskipun tidak berbeda nyata dengan diameter baut sebelumnya, hal ini lebih terkait dengan komposisi bahan penyusunnya. Hasil penelitian Sawata dan Yasumura (2000) menunjukkan nilai Fyb dowel diameter 5/16 inci (8 mm) paling tinggi dibandingkan diameter 1/2, 5/8 dan 3/4 inci (12, 16, dan 20 mm) sementara Fyb diameter 1/2– 3/4 inci (12–20 mm) cenderung konstan meskipun nilainya mengalami penurunan. Nilai Fyb yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan nilai yang tercantum dalam SNI 7973:2013 (310 MPa) begitu juga dengan nilai Fyb hasil-hasil penelitian lainnya. Mengingat variasi pengencang khususnya baut yang sangat beragam di pasaran maka perlu dibuat spesifikasi yang lebih detail mengenai baut yang digunakan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan nilai desain rujukan yang lebih tepat.

4. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian dan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.  Baut besi yang digunakan berasal dari bahan baja karbon rendah sedangkan baut baja berasal dari bahan baja karbon sedang.
2.  Nilai Fyb baut baja lebih tinggi dibandingkan baut besi, hal ini berkaitan dengan perbedaan pada unsur penyusun bahan pembuat baut disamping rasio bentang dan diameter baut pada pengujian.

3.   Nilai Fyb baut besi mengalami peningkatan dari diameter 1/2 inci ke diameter 5/8 dan 3/4 inci namun nilai Fyb diameter 5/8 dan 3/4 inci tidak berbeda nyata.
4.   Nilai Fyb ketiga diamater baut berada di atas nilai Fyb baut yang tercantum dalam SNI 7973:2013.




 Daftar Pustaka

Agussalim, 2010, Desain kekuatan sambungan kayu geser ganda berpelat baja dengan baut pada lima jenis kayu Indonesia [tesis], Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Albright, D.G., 2006, The Effects of bolt spacing on the performance of single-shear timber connections under reverse-cyclic loading [thesis], Virginia Polytechnic Institute and State University.

American  Society  for Metal  [ASM], 2005, ASM  Vable, M., 2014, Mechanics of Materials Second Edition,

Handbook, Volume 1, Properties and Selection: Michigan Technological University. Irons, Steels, and  High  Performance  Alloys, ASM International, USA.

American Wood Council [AWC], 2014, National Design Specification for Wood Construction 2015 Edition, Leesburg, VA, USA, www.awc.org.

ASTM  F1575-03,  2013,  Standard  Test  Method  for Determining Bending Yield Moment of  Nails, ASTM International, West Conshohocken, PA, 2013, www.astm.org

ASTM F606, 2016, Standard Test Methods for Determining the  Mechanical  Properties  of  Externally  and Internally Threaded Fasteners, Washers, Direct Tension Indicators, and Rivets, ASTM International, West Conshohocken, PA, 2013, www.astm.org

ASTM A751-14a, 2014, Standard Test Methods, Practices, and Terminology for Chemical Analysis of Steel Products, ASTM International, West Conshohocken, PA, www.astm.org

Badan   Standarisasi              Nasional          [BSN],  2013,   SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu, Jakarta.

Breyer, D.E., Fridley, K.J., Cobeen, K.E., and Pollock, D.G.,          2007, Design of Wood Structures ASD/LRFD Sixth Edition, McGraw-Hill, New York.

Kulak,  G.L.,  Fisher  J.W.,  and  Struik,  J.H.A.,  2001, Published Guide to Design Criteria for Bolted and Riveted Joints Second Edition. American Institute of Steel Construction,  Inc.,  Chicago, IL, USA.

Ozelton, E.C., 2006, Timber Designer’s Manual Third Edition, Blackwell Publishing, Oxford.

Pranata,  Y.A.,  Suryoatmojo,  B.,  dan Tjondro,  J.A.,m2013, Penelitian eksperimental kuat leleh lentur (Fyb) baut, Jurnal Teknik Sipil, 12(2):98-103.

Rammer, D.R., and Zelinka, S.L., 2014, Withdrawal Strength and Bending Yield Strength of Stainless Steel Nails, Journal of Structural Engineering, 141 (5), 04014134.

Sawata, K., and Yasumura, M., 2000, Evaluation of yield strength of bolted timber joints by Monte- Carlo            simulation,       Proceedings    of         6th       World Conference on Timber Engineering, Canada.

Tjondro, J.A., 2007, Perilaku sambungan kayu dengan baut tunggal berpelat sisi baja akibat beban uni-aksial  tarik  [disertasi],  Bandung,  Universitas Katolik Parahyangan.



0 komentar:

Posting Komentar

ERICK EDWARD PLOREN SITORUS

Search

Gunadarma Corner

Popular Posts

Gunadarma Corner

Weekly most viewed

Electricity Lightning